Maukah Kau Mengabadi?
Bismillah
Kalimat-kalimat kita menjadi boneka lilin
Jika kita mati untuk mempertahankannya
Maka saat itulah ruh merambahnya
Hingga kalimat-kalimat itu hidup selamanya
(Sayyid Quthb)
Untaian kalimat di atas berada di beranda buku seorang penulis senior yang juga biasa dipanggil ustadz. Keteduhan dan kelembutan tuturnya khas mengalunkan aksara.
Penulis itu adalah Salim A Fillah, yang lebih lanjut menyapa para pembaca dengan menuliskan: "Selalu ada rasa malu ketika ada yang menyebut diri saya sebagai 'penulis'. Adakah begitu ? Saya sendiri merasa belum. Saya masih jauh dari kata itu. Yang ada hanyalah seorang usil yang suka kutip sana-kutip sini untuk sekadar menyajikan cara pandang dan pemaknaan baru atas apa yang telah banyak dibahas para penulis sejati. Itupun seringnya berupa jiplakan-jiplakan yang disusun ulang -agar maunya- tampak rapi. Dan lagi-lagi, masih begitu banyak kekurangannya."
Masya Allah..
Betapa menemukan orang berilmu yang semakin merunduk dengan ketawadhuan itu menyenangkan. Selalu ada hal baru yang mendinginkan pikiran dan melapangkan hati. Seperti sejuknya rongga esofagus dengan aliran air nabeez di siang hari yang terik. Menyegarkan dan manis.
Sedang kita berada di mana ? Sudah menulis seperti apa ?
Kita sendiri lah yang bisa menjawabnya, di mana pijakan kaki yang membuat kita melangkah dengan impian dan harapan.
Sejauh apa kita melangkah ?
Sepanjang apa kita menulis ?
Tulis saja. Tulis apapun. Dan setelah tulisan itu selesai, akan kita dapati jalan yang di hadapan bukan semakin memendek, tapi memanjang. Sepanjang ilmu dan harap yang ditemukan dalam tiap detik perjalanan itu.
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)
Mari menggamit semangat,
berkendaralah dengan aksara
Sepanjang atau sependek apapun tulisanmu,
kau sedang meniti 'hidup abadi'.
💝
Tanah selatan ibukota, Rabi'ul Awal 1441 H
🍃VW, yang juga masih mengutip sana-sini untuk berbagi
Kalimat-kalimat kita menjadi boneka lilin
Jika kita mati untuk mempertahankannya
Maka saat itulah ruh merambahnya
Hingga kalimat-kalimat itu hidup selamanya
(Sayyid Quthb)
Untaian kalimat di atas berada di beranda buku seorang penulis senior yang juga biasa dipanggil ustadz. Keteduhan dan kelembutan tuturnya khas mengalunkan aksara.
Penulis itu adalah Salim A Fillah, yang lebih lanjut menyapa para pembaca dengan menuliskan: "Selalu ada rasa malu ketika ada yang menyebut diri saya sebagai 'penulis'. Adakah begitu ? Saya sendiri merasa belum. Saya masih jauh dari kata itu. Yang ada hanyalah seorang usil yang suka kutip sana-kutip sini untuk sekadar menyajikan cara pandang dan pemaknaan baru atas apa yang telah banyak dibahas para penulis sejati. Itupun seringnya berupa jiplakan-jiplakan yang disusun ulang -agar maunya- tampak rapi. Dan lagi-lagi, masih begitu banyak kekurangannya."
Masya Allah..
Betapa menemukan orang berilmu yang semakin merunduk dengan ketawadhuan itu menyenangkan. Selalu ada hal baru yang mendinginkan pikiran dan melapangkan hati. Seperti sejuknya rongga esofagus dengan aliran air nabeez di siang hari yang terik. Menyegarkan dan manis.
Sedang kita berada di mana ? Sudah menulis seperti apa ?
Kita sendiri lah yang bisa menjawabnya, di mana pijakan kaki yang membuat kita melangkah dengan impian dan harapan.
Sejauh apa kita melangkah ?
Sepanjang apa kita menulis ?
Tulis saja. Tulis apapun. Dan setelah tulisan itu selesai, akan kita dapati jalan yang di hadapan bukan semakin memendek, tapi memanjang. Sepanjang ilmu dan harap yang ditemukan dalam tiap detik perjalanan itu.
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)
Mari menggamit semangat,
berkendaralah dengan aksara
Sepanjang atau sependek apapun tulisanmu,
kau sedang meniti 'hidup abadi'.
💝
Tanah selatan ibukota, Rabi'ul Awal 1441 H
🍃VW, yang juga masih mengutip sana-sini untuk berbagi
Posting Komentar untuk "Maukah Kau Mengabadi?"